SEJARAH
MATA UANG EURO
Uni
Eropa adalah sebuah organisasi antar-pemerintahan dan supra-nasional, yang
terdiri dari negara-negara Eropa, sejak 1 januari 2007 telah memiliki 27 negara
anggota. Persatuan ini didirikan atas nama tersebut di bawah Perjanjian Uni
Eropa (yang lebih dikenal dengan Perjanjian Maastricht) pada 1992. Dari
pergantian namanya dari "Masyarakat Ekonomi Eropa" ke
"Masyarakat Eropa" hingga ke "Uni Eropa" menandakan bahwa
organisasi ini telah berubah dari sebuah kesatuan ekonomi menjadi sebuah
kesatuan politik. Kecenderungan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah
kebijakan dalam UE.
Pembentukan
mata uang Euro dan Perjanjian Maastricht terkait dengan adanya suatu
kesepakatan dalam pertemuan negara-negara Eropa di Roma pada taun 1957 yang
merencanakan terbentuknya pasar bersama dan penyatuan militer. Perencanaan ini
diharapkan dapat berfungsi ganda yaitu, meningkatkan perdagangan dan usaha
perlindungan terhadap negara-negara Eropa dari kerugian hasil Dollar dalam
sistem moneter internasional. Euro adalah mata uang yang dipakai di 17 negara
anggota Uni Eropa. Secara giral, mata uang ini mulai dipakai sejak tanggal 1
Januari 1999, tetapi secara fisik baru dipakai pada tanggal 1 Januari 2002.
Euro
dari satu negara boleh dipakai di Negara
Eropa yang bergabung dalam mata uang tunggal euro yang lain.Walaupun uang kertas Euro rupanya
sama, tetapi ada juga perbedaan kecil, yaitu nomornya, sehingga bisa diketahui
asalnya dari negara yang mana. Di Jerman nomornya mulai dengan X, Irlandia
nomornya mulai dengan T, Belanda nomornya mulai dengan P, Yunani nomornya mulai
dengan Y, Perancis nomornya mulai dengan U, Austria nomornya mulai dengan N,
Finlandia nomornya mulai dengan L, Belgia nomornya mulai dengan Z, Italia
nomornya mulai dengan S, Portugal nomornya mulai dengan M. dan Spanyol nomornya mulai dengan V.
Ada
tujuh-belas negara anggota Uni Eropa yang menggunakan Euro sebagai mata uang.
Wilayah pengguna mata uang ini disebut sebagai Zona Euro. Sebelas negara
pertama mulai menggunakan sejak awal 1999. Yunani menjadi pengguna ke-12 sejak
awal 2001. Mulai tanggal 1 Januari 2007 Slovenia turut bergabung. Siprus dan
Malta menggunakan sejak 1 Januari 2008. Yang terakhir adalah Slovakia, yang
bergabung mulai 1 Januari 2009. Negara-negara pengguna mata uang ini adalah :
Jerman, Irlandia, Belanda, Perancis, Luxemburg, Austria, Finlandia, Belgia,
Italia, Portugal, Spanyol, Yunani, Slovenia, Siprus, Malta, Slowakia dan
Estonia. Selain itu beberapa negara kecil juga memakai Euro: Andorra, Monako,
San Marino dan Vatikan. Beberapa daerah juga diperbolehkan memakai Euro sebagai
mata uang: Montenegro dan Kosovo.
Implikasi Mata Uang Euro Terhadap
Keuangan dan Bisnis Internasional
European
Economic and Monetary Union (EMU) dibentuk sebagai alat yang dapat digunakan
untuk mewujudkan full economic integration yang bertujuan agar Uni Eropa dapat
menciptakan Pasar Tunggal Eropa yang memiliki kapabilitas untuk berperan
sebagai suatu blok perdagangan yang handal dalam menghadapi persaingan global.
Secara umum kerangka pembangunan EMU mencakup pengembangan institusional dengan
membentuk beberapa lembaga seperti EMI (Europe Monetary Institute), ECB (Europe
Cental Bank) beserta sistemnya yang disebut ESCB (European System of Central
Bank) dengan spesifikasi: ESCB untuk menciptakan stabilitas harga, ECB sebagai
pengendali penyatuan moneter Eropa, dan EMI untuk mempesiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan otoritas moneter Uni Eropa.
Potensi Ekonomi EMU terhadap Uni
Eropa
Ada
beberapa bentuk keuntungan ekonomi yang diharapkan akan dapat diperoleh dengan
diberlakukannya EMU ialah adanya potensi untuk meningkatan mobilitas modal,
peningkatan sumber daya, penghapusan batasan ekonomi di Eropa, meningkatkan
ekspor, mengurangi pengangguran, meningkatkan kerjasama regional Uni Eropa dan
mendapatkan kestabilan kondisi sosial negara-negara Uni Eropa.
Berbagai
keuntungan yang diperoleh dari pembentukan EMU di sektor perdagangan
internasional, investasi maupun industri pada dasarnya hanya akan terealisasi
pada saat diterapkannya pengelolaan yang amat baik oleh negara-negara anggota
Uni Eropa yang juga tergabung dalam EMU. Keuntungan-keuntungan ini tidak hanya
akan terlihat dari pemberlakuan suku bunga, akan tetapi juga dari perkembangan
GDP yang terjadi tiap tahunnya.
Potensi Ancaman Euro terhadap
Dollar
Kehadiran
Euro sebagai alat transaksi perdagangan cross-border di kawasan Eropa bagi
negara-negara Uni Eropa diharapkan akan dapat mengurangi ketergantungan
terhadap Dollar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan dominasi peredaran Dollar
Amerika Serikat tidak hanya di kawasan Eropa namun juga di dunia internasional.
Keadaan inilah yang mendasari para pemimpin untuk membentuk mata uang baru
secara regional sebagai pesaing bagi Dollar Amerika Serikat dalam pergdagangan internasional.
Aksi
ini merupakan suatu sikap positif dan rasional dalam menghadapi dominasi
Amerika Serikat dalam pengaturan pasar dunia dan sistem moneter internasional,
terutama pertukaran mata uang dan transaksi bisnis. Didasari oleh tingkat
kuantitas, terlihat bahwa sektor perdagangan internasional, pertukaran mata
uang dan ekspor-impor, keberadaan Euro telah bergerak ke arah terbentuknya
dominasi dalam pengaturan pasar dan sistem moneter. Oleh karena itu, mata uang
Euro memiliki potensi kuat untuk berperan penting dalam sistem perekonomian
global, terutama sebagai penguat sistem perekonomian di negara-negara Uni Eropa
untuk dapat mengimbangi kekuatan perekonomian dari Amerika Serikat.
Penetapan Kebijakan Moneter dan
Fiskal
Kekuatan
Dollar telah mempengaruhi terjadinya ketidakstabilan terhadap sistem moneter
internasional. Dengan besarnya ketergantungan masyarakat internasional dan
Eropa terhadap mata uang Amerika Serikat itu, maka kebijakan pemerintah Amerika
Serikat di tahun 1976 dalam menetapkan sistem kurs mengambang telah memberikan
resiko fluktuasi kepada nilai tukar dari dolar.
Beberapa
tahapan yang dilakukan oleh EMU dalam menjaga stabilitas nilai mata uang Euro
pada akhirnya ditujukan untuk mendukung keberadaan dan peranan Euro agar
menjadi mata uang yang kompetitif dalam perdagangan internasional khususnya di
kawasan Eropa. Hal ini tentunya membutuhkan usaha keras untuk menyeimbangkan
keberadaannya dengan hegemoni Dollar Amerika Serikat di dunia
internasional.Kebijakan moneter dan fiskal adalah pondasi dan peluang bagi
Eropa dalam pembentukan mata uang tunggal Euro.
Implikasi Mata Uang Euro Terhadap
Perekonomian Indonesia dan Dunia
Diberlakukannya
mata uang tunggal euro, dalam jangka panjang hal tersebut akan memiliki dampak
tersendiri terhadap perekonomian RI serta transaksi perdagangan ke
negara-negara Uni Eropa. Dalam jangka panjang, keberadaan euro yang stabil bisa
menjadi alternatif cadangan devisa RI yang selama ini selalu bergantung pada
dolar AS. Euro yang stabil atau lebih kuat dari dolar dalam jangka panjang
justru lebih disukai oleh para pengusaha RI yang banyak melakukan transaksi
dengan negara-negara Eropa. Hal tersebut bisa mengakibatkan mereka melepas
simpanan dolar yang dimiliki. Karena itu, Bank Indonesia harus mengatur kembali
cadangan devisa RI sehingga tidak terlalu berat pada dolar AS. Jika nantinya
transaksi perdagangan dengan Uni Eropa dilaksanakan dalam euro, BI harus
memiliki cadangan euro yang cukup, terutama untuk transaksi impor. Jika dalam
perjalanannya, nilai tukar euro lebih kuat dibanding dolar AS, para eksportir
RI ke negara-negara Uni Eropa akan memperoleh pendapatan riel yang lebih tinggi
dalam euro, karena selama ini mereka bertransaksi hanya dengan dolar US.
Kesuksesan
referendum kedua bagi Traktat Nice pada bulan Oktober tahun 2002 lalu dimana 63
persen anggota Uni Eropa setuju akan perluasan keanggotaan yang nantinya akan
menyatukan semua negara Eropa. Dengan disetujuinya traktat itu maka Uni Eropa
akan menjadi raksasa ekonomi yang akan semakin diperhitungkan eksistensinya
dalam percaturan politik dan perekonomian internasional.
Perkembangan
lain yang dapat dilihat untuk menunjukkan adanya peningkatan peran Euro dalam
perdagangan internasional adalah: Volum perdagangan internasional dalam hal ini
Uni Eropa menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun sejak berlakunya
Euro, keberhasilan ECB dalam menetapkan suku bunga pada tahun 2003 dan nilai
tukar Euro yang terus menguat atas Dollar.
Dengan
demikian optimisme akan peningkatan peran Euro dalam perdagangan internasional
juga disebabkan, dalam penggunaannya Euro memiliki potensi yang amat besar.
Menurut sebuah jajak pendapat yang dilaukan oleh lembga keuangan Amerika
Serikat pada tahun 2000 diketahui bahwa 60 % responden ternyat lebih menyukai
Euro daripada Dollar Ameirka Seikat yang hanya memperoleh dukungan dari 20%
responden.
Namun,
kemungkinan besar keseimbangan peran dan keberadaan diantara Euro dan Dollar
dalam perdagangan internasional tidak pernah lepas dari adanya dukungan
stabilitas militer serta peningkatan kuantitas perekonomian di negara-negara
anggota Uni Eropa. Karena pada kenyataannya, di dunia internasional hegemoni
sistem moneter yang sebelumnya dikendalikan Inggris dengan Poundsterlingnya
pada abad 19 dapat mengalami peralihan ke Dollar, itu berarti peralihan
hegemoni Dollar kepada Euro bukan suatu hal yang mustahil terjadi dalam sistem
perekonomian global di masa yang akan datang.
Prospek dan Kemungkinan Kegagalan
Euro
Sejak menginjak usia ke delapan sampai kini di
usia yang kedelapan belas, Euro terus kehilangan daya belinya. Terhadap emas
daya beli Euro sekarang hanya kurang dari 1/3 dibandingkan dengan daya belinya
ketika lahir 18 tahun lalu. Ilustrasi grafik dibawah menggambarkan situasi ini.
Dibandingkan dengan US$ memang Euro masih relatif baik, tetapi ini karena
US$-nya yang berkinerja sangat buruk beberapa tahun terakhir. Kinerja yang
sesungguhnya dapat dilihat pada daya belinya terhadap emas yang terus merosot.
Kemungkinan
kegagalan Euro ini menunjukkan bahwa tidak ada mata uang kertas yang mampu
mempertahankan daya belinya dalam jangka menengah apalagi dalam jangka panjang.
Bila Euro saja yang dilahirkan di jaman modern dengan dukungan sejumlah besar
negara-negara di zona ekonomi paling maju di dunia tidak mampu mempertahankan
eksistensinya dalam jangka panjang, lantas apakah kita bisa yakin bahwa mata
uang yang kekuatannya hanya mengandalkan ekonomi satu negara yang biasa-biasa
saja akan mampu bertahan?
Beberapa
tahun terakhir muncul krisis ekonomi di sejumlah negara Eropa seperti Yunani,
Portugal, Irlandia dan Spanyol yang diwarnai dengan kelesuan dan defisit
anggaran dalam jumlah besar. Seiring dengan itu, nilai tukar mata uang Euro
juga melemah di banding mata uang lainnya. Kondisi itu membuat sejumlah negara
seperti Jerman yang mendukung pemberian dana bantuan untuk menyelamatkan
negara-negara Eropa yang terlilit utang, mengkhawatirkan membengkaknya
pendanaan ini. Di sisi lain, program penyelamatan ekonomi yang dilaksanakan
dengan cara pengetatan ekonomi telah menimbulkan gejolak dan protes rakyat.
Banyak
pakar yang meyakini bahwa krisis ini tidak hanya melanda negara-negara seperti
Yunani. Sebab, negara-negara kaya seperti Italia, Perancis dan Jerman juga
dililit utang yang semakin membengkak. Tak hanya itu, negara-negara anggota Uni
Eropa yang tidak menggunakan mata uang Euro juga terkena imbas dari krisis yang
ada.
Badai
krisis yang dialami negara-negara Eropa memiliki efek domino terhadap
negara-negara Eropa lain. Negara-negara seperti Irlandia, Portugal,Hungaria dan
Spanyol terseret dalam badai krisis ekonomi domestik bahkan Irlandia hingga
harus mendapat suntikan dana dari otoritas moneter Eropa dan International
Moneter Fondation (IMF) sebagai langkah penyelamatan Irlandia kedalam krisis
yang lebih jauh. Dengan alasan, bail out dibutuhkan untuk stabilitas financial
di Eropa, terutama menjaga nilai mata uang euro.
Penyatuan Mata Uang Eropa
Perhimpunan negara-negara se-Asia
Tenggara (ASEAN) mengkaji kembali wacana penyatuan mata uang tunggal dalam
mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN setelah melihat krisis ekonomi yang terjadi
di Eropa. Saat ini para negara ASEAN masih mempelajari mekanisme pembuatan mata
uang tunggal dari benua biru tersebut. Namun, ada kemungkinan wacana mata uang
tunggal ini batal direalisasikan. Alasannya, penggunaan mata uang tunggal bisa
berdampak buruk bagi kondisi ekonomi bila terjadi krisis di Asia Tenggara.
Pasalnya, kapasitas ekonomi di negara-negara ASEAN masih sangat beragam.
Akibatnya, perbedaan nilai tukar
mata uang negara satu dengan yang lain masih cukup tinggi. Jadi sebaiknya para
pemimpin ASEAN belajar dari pengalaman zona Eropa dan masing-masing menghormati
keberagaman mata uang di ASEAN ini. Sebagaimana diketahui, saat ini kawasan
pengguna mata uang tunggal Eropa, yakni euro, yang terdiri atas 17 negara di
Eropa, sedang dihadapkan pada krisis utang yang bejibun. Berawal dari krisis
utang Yunani yang rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 160%,
kini beberapa negara sekawasan dihadapkan pada persoalan pelik yang sama.
Hampir semua negara-negara yang tergolong dalam GIPSI (Yunani, Itali, Portugal,
Spanyol, dan Irlandia) memiliki radio utang terhadap PDB berkisar 100%. Padahal
ambang batas amannya adalah maksimal 60%. Alhasil, masuk akal apabila
lembaga-lembaga rating internasional menurunkan peringkat utang tersebut. Pendirian
mata uang tunggal ASEAN, muncul pula pandangan bahwa penerapan mata uang
tunggal itu harus hati-hati. Alasannya, penggunaan mata uang tunggal akan
sangat rawan jika terjadi krisis. Sebagaimana yang terjadi saat krisis tahun
2007-2008, maka negara-negara ASEAN harus membangun sistem keuangan yang jauh
lebih tahan krisis.
Pengkajian soal rencana penggunaan
mata uang tunggal harus mempertimbangkan beberapa aspek berikut ini. Pertama,
kesetaraan profil kinerja ekonomi. Sepuluh anggota ASEAN yang sudah ada
idealnya memiliki kinerja ekonomi yang setara. Krisis utang Yunani sebagai
anggota Zona Euro menjadi contoh betapa sebenarnya Yunani belum layak masuk ke
Zona Euro karena kemampuan manajemen perekonomiannya masih lemah dibandingkan
16 negara lainnya. Kedua, kesamaan infrastruktur dan industri keuangan.
Diantara sesama anggota ASEAN, boleh jadi hanya Singapura yang sudah memiliki
infrastruktur yang amat memadai dengan industri keuangan yang lebih modern. Di
bawah Singapura adalah Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Sementara
Kamboja, Vietnam dan Timor Leste rasanya masih jauh tertinggal. Ketiga,
disiplin fiskal dari masing-masing negara anggota. Harus ada kesepakatan
kolegial dari seluruh anggota untuk menjalankan disiplin anggaran atau fiskal
agar tidak terjerumus seperti Yunani. Komunikasi dan koordinasi yang intensif
harus dilakukan sehingga setiap anggota bisa mengetahui kemampuan fiskal
anggota lainnya. Keempat, rasio defisit anggaran yang disetujui bersama. Jika
menggunakan kesepakatan OECD, maka rasio defisit terhadap anggaran (APBN) yang
ditolerir adalah maksimal sebesar 2,5%. Tidak boleh di atas ambang batas itu.
Dengan demikian maka ketahanan fiskal atau anggaran setiap anggota dapat dijaga
dengan optimal. Kelima, proporsi utang domestik dan luar negeri yang ideal.
Tentu yang dimaksud ideal adalah rasio utang terhadap PDB hendaknya jangan
melampaui 60% sebagai kesepakatan internasional. Jika ada anggota ASEAN yang
memiliki rasio utang melebihi 60%, maka negara-negara lainnya harus siap
membantu agar tidak terjadi gagal bayar (default) atas surat-surat utang yang
diterbitkannya. Kegagalan bayar bisa memengaruhi penurunan peringkat sovereign
risk negara tersebut. Keenam, penentuan tentang siapa yang layak menjadi
pemimpin ASEAN. Mengacu kepada kawasan Euro, maka Jerman dan Perancis dengan
dukungan perekonomian yang kuat sepertinya menjadi pemimpin bagi 17 negara
anggota Euro. Untuk ASEAN, harus disepakati negara mana yang harus menjadi
pemimpin. Solusi yang bisa diberikan untuk menciptakan keadilan adalah
dilakukan secara bergiliran diantara anggota ASEAN untuk periode 2-3 tahun
sekali.
Dari gambaran di atas, sepertinya
wacana pembentukan mata uang tunggal ASEAN masih jauh dari harapan. Masih
banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dulu ketimbang menyelesaikan
rencana penggunaan mata uang tunggal ASEAN. Lebih penting adalah menyiapkan
diri memasuki ASEAN Economic Community pada tahun 2015 mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar